Minggu, 20 Januari 2019


Resume 3 Jurnal international

Bottom-up learning, strategic
flexibility and strategic change

Yaqun Yi, Meng Gu and Zelong Wei
                 School of Management, Xian Jiaotong University, Xian, China

Abstract

Purpose How do firms make effective strategic change when competitive advantage deteriorates fast in a dynamic environment? Based on information-processing theory and organizational inertia theory, the purpose of this paper is to investigate how bottom-up learning affects the speed and magnitude of strategic change and if these relationships are contingent on strategic flexibility.
Design/methodology/approach Using data of 213 firms in China, the authors conduct an empirical test of hypotheses through a stepwise multivariate regression approach.

Findings The empirical study suggests that resource flexibility weakens the positive relationship between bottom-up learning and the speed of strategic change while strengthens the impact of bottom-up learning on the magnitude of strategic change. In addition, coordination flexibility strengthens the positive impact of bottom-up learning on the speed and magnitude of strategic change.

Originality/value The findings not only provide a more nuanced and in-depth understanding of strategic change, but also offer strong guidance for firms on how to make better use of strategic flexibility in order to benefit from bottom-up learning.

Pengantar


Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi digital (misalnya peer-to-peer jaringan, virtualisasi, cloud computing) telah mengubah lingkungan bisnis tradisional untuk ekosistem digital yang lebih kompleks dan dinamis (Bharadwaj et al, 2013;. Kane, 2016; Pagani, 2013 ). teknologi digital membuat keunggulan kompetitif tradisional memburuk dengan cepat oleh mogok hambatan industri, menghancurkan model bisnis lama yang sukses dan mengubah cara belajar (Bharadwaj et al, 2013;. Rometty, 2016; Weill dan Woerner, 2015). Oleh karena itu, untuk berkembang dalam suatu ekosistem yang semakin digital, perusahaan didesak untuk membuat cepat dan efektif perubahan strategis. Upaya untuk mengatasi masalah ini telah mendominasi studi yang ada (Bruch et al, 2005;. Elang et al, 2013;. Kraatz dan Zajac, 2001). Literatur yang luas telah muncul dari dua perspektif: isi dan proses.

Berbeda dari kecepatan perubahan strategis, besarnya perubahan strategis menekankan perubahan ruang lingkup bisnis, yang dipromosikan oleh lebih informasi dan informasi yang heterogen pertukaran (Bharadwaj et al, 2013;. Lavie, 2006; Simons, 2012). belajar bottom-up dapat meningkatkan besarnya perubahan strategis karena tiga alasan. Pertama, bottom-up pembelajaran meningkat karyawan'rasa partisipasi. Ini mendorong karyawan untuk menemukan misalignments antara yang ada produk, layanan, teknologi dan lingkungan. Oleh karena itu, pembelajaran bottom-up dapat mempromosikan karyawan untuk mengumpulkan informasi yang berguna dan merumuskan perubahan inkremental dalam desain produksi, administrasi dan proses operasional (Brady dan Davies, 2004; Fuentes-Henriquez dan Del Sol, 2012). Misalnya, karyawan yang terlibat dalam purna jual pemeliharaan dapat memegang informasi yang paling spesifik tentang pelanggan' keluhan tentang produk dan teknologi, dan kemudian mereka dapat memberikan saran tentang cara untuk mengubah produk yang sudah ada, teknologi dan layanan.

Kedua, belajar bottom-up dapat menciptakan suasana terbuka bagi karyawan untuk berbagi ide-ide baru yang dihasilkan dari perubahan yang muncul di produk / pengembangan teknologi, tren kompetisi dan juga tuntutan pelanggan (Brady dan Davies, 2004;. Branzei et al, 2004; Floyd dan Lane , 2000). Selanjutnya, dilengkapi dengan ide-ide baru dan informasi yang kaya yang dikumpulkan dari karyawan, manajer puncak bersedia untuk memulai perubahan strategis dalam cara yang berbeda, seperti pengembangan produk baru, investasi dalam teknologi baru.
Ketiga, bottom-up pembelajaran dapat memicu manajer puncak untuk merevisi kognisi mereka tren lingkungan dengan menambahkan pengetahuan baru untuk eksekutif'ada basis pengetahuan (Mom et al, 2007;. Pettigrew, 1987). Dengan merevisi keyakinan dan struktur kognitif, manajer puncak dapat mengembangkan dan bereksperimen dengan berbagai solusi baru untuk memecahkan muncul masalah (Bartlett dan Ghoshal, 1993; Floyd dan Lane, 2000; Kimberly, 1979; Quinn, 1985), yang menghasilkan high-besarnya strategis perubahan. Akibatnya, manajer puncak dengan tingkat yang lebih tinggi dari pembelajaran bottom-up cenderung melakukan pendekatan proaktif dan agresif untuk merespon perubahan lingkungan (Atuahene-Gima dan Ko, 2001), yang tampaknya meningkatkan besarnya perubahan strategis.
Namun, efek positif dari pembelajaran bottom-up bisa menurun ketika belajar bottom-up terlalu tinggi. Selama belajar bottom-up akan meningkatkan kesulitan mengintegrasikan keragaman informasi (Katila dan Ahuja, 2002;. Wei et al, 2011). Dengan fenomena yang sama atau perubahan lingkungan, karyawan dengan sifat yang berbeda mungkin menawarkan pemandangan heterogen atau gagasan. Dalam rangka mengintegrasikan berbagai pandangan, perusahaan harus masukan banyak sumber daya dan biaya, yang meningkatkan risiko investasi dan menghalangi besarnya tinggi perubahan strategis.

Selain itu, karyawan sering spesialis di bidang tertentu, yang jeli melihat peluang di bidang mereka sendiri dan cenderung untuk mencari lokal. Karakteristik ini mungkin sering membuat mereka ketinggalan informasi dan peluang perubahan jauh dari keahlian mereka, yang mengarah ke perbaikan lebih tambahan dan perubahan strategis kurang (Gilbert, 2005; Kang dan Snell, 2009). Selanjutnya, karyawan sering kekurangan foresights strategis, yang menyebabkan kesulitan akut memprediksi atau menjelajahi peluang potensial (Wei et al., 2011). Oleh karena itu, tingkat terlalu tinggi dari pembelajaran bottom-up dapat menyebabkan besarnya lebih rendah dari perubahan strategis. Oleh karena itu, kami mengusulkan bahwa:
H1b. belajar bottom-up memiliki hubungan berbentuk U terbalik dengan besarnya perubahan strategis.
Peran moderasi dari fleksibilitas sumber daya
Selama proses perubahan strategis, sumber informasi lainnya saling melengkapi harus diperhitungkan untuk memastikan bahwa skema strategi baru bekerja dengan baik (Gaynor, 2013; Teece, 1986). Karena kurangnya sumber daya yang diperlukan, inersia organisasi membuat perusahaan menghadapi banyak kesulitan seperti kesulitan koordinasi antara departemen yang berbeda, yang memicu karyawan'boikot dan memperlambat perubahan strategis (Baldwin, 1959;. Minbaeva et al, 2003). Dengan demikian, fleksibilitas sumber daya, yang berarti perusahaan' kemampuan dalam mengumpulkan sumber daya dengan fleksibilitas yang melekat, memainkan peran penting dalam melaksanakan perubahan strategis (Shimizu dan Hitt, 2004).

Efek positif dari pembelajaran bottom-up pada besarnya perubahan strategis adalah sentral untuk mengeksplorasi pengetahuan baru untuk perubahan strategis. Semakin tinggi besarnya perubahan strategis, semakin banyak sumber daya akan diperlukan untuk memanfaatkan informasi misalignment baru atau ide-ide kreatif yang dikumpulkan dari pembelajaran bottom-up. Ketika fleksibilitas sumber daya rendah, sulit untuk menggunakan sumber daya yang ada untuk memanfaatkan pengetahuan baru dan mendukung alternatif strategi baru karena spesialisasi asset yang tinggi (Sanchez, 1997). Dalam hal ini, informasi tentang ketidaksejajaran antara produk-produk, layanan yang ada dan teknologi dan lingkungan kurang berharga karena kurangnya sumber daya komplementer. Baik adalah ide-ide kreatif yang dihasilkan dari perubahan yang muncul. Bahkan, itu mahal dan memakan waktu untuk menemukan sumber daya komplementer untuk informasi tentang misalignments dan ide-ide baru dari perubahan strategis (Gerwin, 1993; Koste et al, 2004.). Oleh karena itu, ide bottom-up mungkin cukup diakses untuk digunakan, dan karena itu efek dari pembelajaran bottom-up lemah.
Namun, ketika tingkat pembelajaran bottom-up yang tinggi, sumber daya yang fleksibel dapat melemahkan efek negatif yang disebabkan oleh informasi yang beragam karena fleksibilitas sumber daya tinggi dapat mengurangi risiko dan biaya mendapatkan sumber daya komplementer untuk alternatif strategis baru dengan tinggi-besarnya perubahan strategis ( Combs et al, 2011;. Zhou dan Wu, 2010).
karakteristik
Jumlah
Persentase






tempat




Delta Sungai Yangtze
46
21.60


Pearl River Delta
31
14,55


Bohai Ekonomi Rim
59
27,70


Mid-barat daerah pedalaman
77
36,15


Kepemilikan




milik negara
55
25,82


swasta dimiliki
96
45,07


kolektif yang dimiliki
24
11.27


milik asing
38
17,84


jenis industri




industri manufaktur non teknologi tinggi
94
44,13


industri manufaktur berteknologi tinggi
56
26,29


industri real estate
23
10.80


Layanan dan industri lainnya
40
18,78


ukuran perusahaan (jumlah karyawan)




Hai100
60
28,16


100-200
28
13.15


200-400
19
8.92


W400
97
45,54

Tabel I.
hilang
9
4.23

profil sampel





Perusahaan sampel dipilih secara acak dari daftar perusahaan yang terdaftar disediakan oleh Komite Perdagangan Ekonomi pemerintah daerah, khusus Cina Governmental departemen administrasi untuk mengelola perusahaan.

Kami pertama kali dirancang versi bahasa Inggris dari kuesioner berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya tentang pembelajaran organisasi, fleksibilitas strategis dan perubahan strategis. Selanjutnya, empat ahli bilingual diterjemahkan kuesioner ke dalam bahasa Cina, dan kemudian

a   pihak ketiga terjemahan Cina-Inggris dilakukan untuk memastikan keakuratan terjemahan (Brislin, 1970). Selanjutnya, uji coba dilakukan dengan sepuluh perusahaan. Selama proses tersebut, pra-penguji secara menyeluruh menjelaskan setiap item dan petunjuk dari kuesioner kepada responden untuk membuat mereka mengerti setiap pertanyaan secara akurat. Responden manajer puncak yang dikenal dengan informasi yang akurat tentang praktek manajemen strategis mereka. Kemudian, pengumpulan data dimulai di situs. Pada akhirnya, total 650 perusahaan didekati dan 232 perusahaan berpartisipasi. Karena data yang hilang, sampel akhir kami meliputi 213 perusahaan, yang merupakan tingkat tanggapan 32,77 persen. profil sampel kami ditunjukkan pada Tabel I. Untuk memeriksa non-respon bias, kami membandingkan perusahaan menanggapi dan non-menanggapi dari aspek ukuran perusahaan, Status kepemilikan, penjualan dan usia dengan t-tes. Semua t-statistik tidak signifikan, yang mengindikasikan kemungkinan rendah non-respon bias.


Senin, 14 Januari 2019


Resume 2

PENGARUH MANAJEMEN PERUBAHAN TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN SERTA DAMPAKNYA PADA MOTIVASI KERJA DAN KINERJA KARYAWAN DI PT BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL PURNA BAKTI CABANG JEMBER

Influence of Change Management on Leadership Styles as well as The Impact on Work Motivation and Employees Performance in PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Purna Bakti Branch Jember

Dian Arifana, SE
Fakultas Ekonomi Universitas Jember, JL Kalimantan No. 37, Jember
Progam Pascasarjana, Universitas Jember, Jember


ABSTRACT

This study aimed to analyze the effect of change management on the leadership styles, change management on work motivation, change management on employees performance, leadership styles on work motivation, leadership styles on employees performance and work motivation on employees performance at PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Purna Bakti Branch Jember. This research study is categorized as an explanation (explanatory research) or research causal (causal research), because this study intends to clarify the causal relationship (cause and effect) between variables by testing the hypothesis that has been formulated with samples Simple Random Sampling technique is based on the number of employees Broiler Farms as many as 100 people. The analysis model used in this study is Structural Equation Modeling (SEM). From the results, influence of total change management on the leadership styles of 1.161 with a positive direction, change management on work motivation of 0.359 with a positive direction, change management on employees performance of 0.406 with the positive direction, leadership styles on work motivation of 0.134 with a positive direction, leadership styles on Employees Performance of 0.072 with a positive direction and work motivation on Employees Performance of 0.330 with a positive direction. Based on these tests it can be stated that the change management has the greatest total effect on leadership styles in PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Purna Bakti Branch Jember.

ABSTRAKSI

Penelitian yang berjudul “Pengaruh Manajemen Perubahan Terhadap Gaya Kepemimpinan Serta Dampaknya Pada Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan Di PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Purna Bakti Cabang Jember ”, bertujuan untuk menganalisis pengaruh manajemen perubahan terhadap gaya kepemimpinan, menganalisis pengaruh manajemen perubahan terhadap motivasi kerja, menganalisis pengaruh manajemen perubahan terhadap kinerja karyawan, menganalisis gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja, menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan dan menganalisis motivasi kerja terhadap kinerja karyawan. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh Karyawan tetap BTPN Purna Bakti Cabang Jember yang berjumlah 100 orang (Laporan Tahunan 2013 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk). Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan jenis penelitian penjelasan atau explanatory research. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM). Dapat diketahui bahwa pengaruh manajemen perubahan terhadap gaya kepemimpinan sebesar 1,161 dengan arah positif, manajemen perubahan terhadap motivasi kerja sebesar 0,359 dengan arah positif, manajemen perubahan terhadap kinerja karyawan sebesar 0,406 dengan arah positif, gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja sebesar 0,134 dengan arah positif, gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan sebesar 0,072 dengan arah positif dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 0,330 dengan arah positif. Berdasarkan pengujian tersebut dapat dinyatakan bahwa manajemen perubahan mempunyai efek total terbesar terhadap gaya kepemimpinan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa variabel manajemen perubahan berpengaruh kuat terhadap gaya kepemimpinan yaitu sebesar 1,161.

PENDAHULUAN

Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, bekerja secara terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006). Definisi organisasi tersebut dapat diasumsikan sebagai kebutuhan untuk mengkoordinasikan pola interaksi manusia.
Pola interaksi sumber daya manusia dalam organisasi harus seimbang dan selaras agar organisasi dapat tetap eksis. Permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya manusia dalam suatu organisasi menuntut untuk diperhatikan, sebab secanggih apapun teknologi yang dipergunakan dalam suatu organisasi serta sebesar apapun modal organisasi, karyawan dalam organisasi yang pada akhirnya yang menjalankan.Hal ini menunjukkan bahwa tanpa didukung dengan kualitas yang baik dari karyawan dalam melaksanakan tugasnya, keberhasilan organisasi tidak tercapai.

Keberhasilan pelaksanaan manajemen perubahan suatu perusahaan diperlukan peran serta dari keseluruhan sumberdaya yang dimiliki, khususnya sumber daya manusia yang merupakan motor penggerak paling utama didalam perusahaan tersebut. Keterkaitan sumberdaya manusia dalam suatu perusahaan adalah sangat dominan, sehingga perhatian yang serius terhadap pengelolaan sumberdaya manusia sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan, secara mutlak diperlukan.

Bahkan pada tahun 2015 Indonesia akan memasuki era baru, bergabung dengan Masyakarat Ekonomi ASEAN. Dengan penggabungan ini, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional akan menjadi bagian dari satu pasar yang lebih besar bersama-sama dengan sembilan negara anggota ASEAN lainnya. Untuk itu, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional dituntut untuk lebih siap menghadapi perkembangan baru itu dengan terus-menerus meningkatkan kompetensi dan daya saing para bankir Indonesia.







LANDASAN TEORI
Manajemen Perubahan

Menurut Potts dan LaMarsh (2004:16) Manajemen perubahan adalah suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana, dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari proses tersebut.                                        
Manajemen perubahan adalah sebuah aktivitas strategis yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari perubahan proses (Australian National Training Authority, 2003). Perubahan manajemen memiliki pendekatan yang sistematis untuk berurusan dengan perubahan, baik dari perspektif sebuah organisasi dan pada tingkat individu. Sobirin (2005) menyatakan ada dua faktor yang mendorong terjadinya perubahan, yaitu faktor ekstern seperti perubahan teknologi dan semakin terintegrasinya ekonomi internasional serta faktor intern organisasi yang mencakup dua hal pokok yaitu (1) perubahan perangkat keras organisasi (hard system tools) atau yang biasa disebut dengan perubahan struktural, yang meliputi perubahan strategi, stuktur organisasi dan sistem serta (2) Perubahan perangkat lunak organisasi (soft system tools) atau perubahan kultural yang meliputi perubahan perilaku manusia dalam organisasi, kebijakan sumber daya manusia dan budaya organisasi.

Gaya Kepemimpinan

Handoko (2003) mengemukakan bahwa kepemimpinan ialah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Sedangkan Robbins (2008) mengartikan kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan. Pemimpin sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap jalannya organisasi, semestinya telah mempunyai banyak strategi dalam melaksanakan tugsanya antara lain dengan mensosialisasikan apa yang mereka harapkan agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan sempuma. Banyak hal yang dituntut dari seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya, namun pada hakekatnya perlu memperoleh gambaran yang jelas tentang seorang pemimpin.

DuBrin (2005:3) mengemukakan bahwa kepemimpinan itu adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespons dan menimbulkan perubahan positif, kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasional              dapat    tercapai.











Motivasi Kerja

Untuk memahami pengertian motivasi kerja, sebagai langkah awal perlu dipahami terlebih dahulu pengertian motivasi. Hasibuan (2003) menjelaskan, motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Kinerja Karyawan

Perusahaan atau lembaga merupakan salah satu bentuk sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang berkaitan satu sama lainnya dalam mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan. Menuntut adanya kinerja yang baik dari setiap individu sebagai bagian dari sistem, dalam hal ini sebenarnya terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institusional performance). Apabila kinerja perorangan/karyawan  baik,      maka kemungkinan besar kinerja perusahaan/lembaga juga baik.





HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengujian kesesuaian model penelitian, maka langkah selanjutnya adalah menguji kausalitas yang dikembangkan dalam penelitian tersebut. Dari model yang sesuai, maka dapat diinterpretasikan masing-masing koefisien jalur. Pengujian terhadap 6 (enam) hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan nilai probabilitas signifikansi dan critical ratio dari suatu hubungan kausalitas. Bila nilai probabilitas signifikansi < dari nilai λ

=   5% dan nilai critical ratio > 1,96, maka variabel yang diamati adalah signifikan

dan hipotesis dapat diterima (Arto,2007:92).
                                                                                                                





Resume Jurnal Manajemen Perubahan 1
Nama : Lianna Sugandi
Judul Jurnal : Dampak Implementasi Change Management Pada Organisasi

ABSTRACT

Changes have survival benefits for an organization. without any change, it can be ascertained that the
age of the organization will not last long. Changes intend to make the organization not a static but remained
dynamic in the face of changing times. A leader should have a vision and a change in the strategy based on
assumptions about future conditions that are expected to occur. Only a leader who owns the personality,
behavior, and the sense of power that is able to deal with change.

ABSTRAK
Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi. Tanpa adanya perubahan,
dapat dipastikan usia organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan organisasi bertujuan agar organisasi
tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman. Seorang pemimpin
melakukan perubahan dengan visi dan strategi yang didasarkan pada asumsi tentang keadaan di masa depan
yang diperkirakan akan terjadi. Hanya pemimpin yang memiliki personality, behavior, dan the sense of power
yang mampu menghadapi perubahan.

Pendahuluan
Mangkuprawira Sjafri (2006) mengatakan bahwa dalam suaru organisasi bisnis, umur manusia menjadi hal yang strategis dalam proses produksi. Bagaimana mengendalikan dan mengelola mereka telah menjadi persoalan sendiri dari suatu organisasi. Dan dewasa ini kita tahu bahwa perubahan yang semakin meningkat tak mungkin dihindari lagi dalam kehidupan manusia. Sebagai mana kita hidup dalma dunia yang penuh perubahan (Winardi J., 2010).
Heller R. (2002) mengatakan bahwa perubahan adalah elemen manajemen bisnis yang terpenting, agar kompertitif dalam pasar yang semakin agresif, organisasi dan orang-oran didalamnya haruslah bersikap positif terhadap perubahan. Menurut Heller R. (2002) mengabaikan atau menyepelekan perubahan tren maka oraganisasi akan merugi.
Tujuan konkrit dari manajemen perubahan (Change Management) Bagi beberapa organisasi yang berbeda mungkin tidak sama. Namun etos manajemen perubahan samaa yaitu, menjadikan organisasi lebih efektif, efisien dan responsif terhadap perubahan yang terjadi didalam organisasi. Proses perubahan biasa dilakukan melalui focus perubahan keorganisasian dan dimulai dari dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya perubahan baik organisasi yang kecil ataupun besar, baik disektor swasta ataupun publik.

Hasil dan Pembahasan

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perubahan adalah (1) teknologi, (2) kondisi ekonomi, (3) kompetisi global, (4) adanya perubahan sosial dan demografik, (5) tantangan-tantangan internal. Menurut Winardi J. (2010) Perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi-organisasi ditimbulkan oleh aneka macam kekuatan eksternal dan internal. Untuk dapat berkembang dann bertahan maka organisasi-organisasi perlu bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap berbagai macam kekuatan. Organiasasi yang melaksanakan kegiatan inovasi dan secara kesinambungan untuk memperbaiki organisasi yang melaksanakan kegiata inovasi dan secara kesinambungan untuk memperbaiki produk guna memenuhi permintaan konsumen yang berubah dan untuk menghadapi pesaing.
Ada banyak faktor yang bisa membuat dibutuhkannya tindakan perubahan. Pakar perilaku didalam perusahaan yang dalam bukuna Organizational Behavior yang ditulis oleh Kreiner Robert dan Kinicki Angelo (2001) yang dikutip oleh Gunawan R., D,. Suryono R., R., dan Purwanto I.,, (201) mengatakan bahwa ada dua kekuatan yang dapat mendorong munculnya kebutuhan untuk melakukan perubahan yaitu (1) kekuatan eksternal, yaitu kekuatan yang muncul dari luar organisasi seperti karakteristik demografis ( usia pendidikan tingkat keterampilan, jenis kelamin, imigrasi dll. Perkembangan teknologi perubahan-perubahan pasar, tekanan-tekanan social dan politik, (2) kekuatan internal, yaitu kekuatan yang muncul dari dalam organisasi, seperti masalah-masalah sumber daya manusia (Kebutuhan yang tidak terpenuhi, ketidakpuasa kerja, produktifitas, motivasi kerja dan sebagainya), perilaku dan keputusan manajemen.
Kegagalan Manajemen Perubahan
            Menurut survei progran total quality management (TQM) dari Schaffer dan Thompson yang dikutip song Xiongwei (2010) bahwa 229 perusahaan dari 300 perusahaan elektronik yang disurvei di Amerika Serikat Bahwa 63% perusahaan gagal meraih perbaikan mutu dan hanya 10% saja dari program ini yang berhasil. Di Eropa, Khususnya negara Inggris hanya 8% yang berhasil melakukan perubahan dari dua pertiga 500 perusahaan teratas.
Perspektif Manajemen Perubahan
            Menurut Soerjogoeritno E.R., (2004) perubahan organisasional dapat dilakukan melalui perspektif manajemen perubahan. Dasar dari perspektif manajmen perubahan tersebut ada empat dimensi utama yaitu : (1) berkaitan dengan konsep tentang proses perubahan, (2) berkaitan dengan Konteks dan ketidakpastian, (3) berkaitan dengan konsep tentang isi dan skala perubahan yang akan dilakukan, (4) berkaitan degan metode dan strategi yang dipilih dalam mengelola perubahan dimensi pertama yang muncul mengenai konsep tentang proses perubahan. Konsep mengenai proses perubahann ini akan memberikan pemahaman tentang proses perubahan yang dapat dijadikan dasar dalam menciptakan kondisi sehingga memungkinkan terjadinya perubahan.
Dimensi kedua ini mengenai konteks dan ketidakpastian terkait dengan alasan mengenai mengapa harus berubah. Jika dikaitkan dengan fenomena didalam lingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan yang dinamis maka pertanyaan seperti “ apakahi kita harus berubah ?” menjadi tidak relevan lagi untuk dikemukakan. Pertanyaan yangn lebih penting adalah “ darimana perubahan akan dimulai ?” dan “ apakah perubahan akan menjadi hal yang lebih baik?”, “Kapan seharusnya perubahan dilakukan?” jawaban dari pertanyaan seperti itu akan menjadi dasar untuk membangun suatu konsep kegiatan bahkan menjadi landasan dalam mengelola perubahan.
Dimensi ketiga yaitu mengenai konsep tentang isi dan skala perubahan yang akan dilakukan dimensi ini mensyaratkan bahwa perubahan haruslah dipersepsikan sebagai sesuatu yang membumi dan dapat dijangkau oleh pemikiran. Ketika arah perubahan dipersepsikan sebagai sesuatu yabg tinggi maka yang tercipta adalah resistensi yang kuat dalam menolak perubahan. Arah perubahan yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan dan kepentingan organisasi. Jika perubahan dipersepsikan sebagai sesuatu yan gmembuat ketidaknyamanan anggota organisasi dengan posisi dan kondisi yang baru. Dimensi yang terakhir menyankut metode atau strategi yang dipilih dalam melakukan perubahan. Dimensi ini memunculkan pertanyaan tentang, “ Strategi apa yang akan digunakan?”. Serta pemilihan metode dan strategi yang tepat merupakan faktor penentu keberhasilan organisasi dalam melakukan perubahan.
Kapan Perubahan Terjadi dan Kapan Dilakukan
Soerjogoeritno (2004) menjelaskan ada tiga faktor yang mendorong terjadinya perubahan organisasi yaitu: (1) jumlah ketidakpuasan dengan kondisi sekarang. Semakin besar rasa ketidakpuasan dengan kondisi sekarang maka akan semakin mendorong untuk melakukan perubahan (2) ketersediaan alternatif yang diinginkan. Semakin banyak alternatif yang tersedia yang lebih layak untuk memperbarui kondisi sekarang menuju kondisi yang lebih baik maka semakin menguntungkan bila melakukan perubahan; (3) dengan adanya suatu perencanaan untuk mencapai alternatif yang diinginkan dan bila perencanaan yang baik dan sistematis berarti semakin terbuka peluang melakukan perubahan.
Dengan kata lain konsep ini menganjurkan agar organisasi tidak menunggu hingga dalam keadaan sakit untuk melakukan perubahan dan merekrut orang-orang baru yang lebih “fresh” jika tidak dipaksakan demikian maka organisasi akan tenggelam. Perubahan sangat memerlukan analisis tajam yang akan menentukan titik-titik mana yang harus diutamakan. Perubahan dilakukan untuk melangsungkan kehidupan. Dan untuk itu, pelaksanaannya harus dilakukan secara konseptual, sistematis dan bertahap.
Sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan sewaktu akan dilakukan perubahan pada sebuah organisasi menurut Winardi J. (2010), yaitu: (1) agen perubahan; (2) menetapkan apa yang perlu diubah; (3) jenis perubahan yang akan dilakukan; (4) para individu yang dipengaruhi oleh perubahan; (5) evaluasi perubahan tersebut. Proses keorganisasian memiliki dua macam tujuan yaitu: (1) menyesuaikan organisasi yang bersangkutan dengan lingkungannya dan (2) mengubah periilaku para karyawan (winardi j., 2010).


Proses Perubahan yang Direncanakan





.




Gambar 1 Pengaruh kolektif dari lima macam faktor pokok atas keberhasilan mengubah sebuah organisasi (Winardi J., 2010)


Resistensi Perubahan
Banyak hal yang menjadi alasan mengapa organisasi lebih suka mempertahankan status quo yang ada dan menolak untuk melakukan perubahan. Penolakan terhadap perubahan suatu hal yang sering terjadi dan bersifat alamiah menurut Handoko H.T., Reksohadiprodjo (1997) penyebab timbulnya penolakan adalah: kepentingan pribadi, salah pengertian, norma, dan kesimbangan kekuatan serta adanya berbagai perbedaan seperti nilai dan tujuan. Adanya rasa kehilangan rasa nyaman, kekuasaan, uang keamanan serta identitas dan keuntungan-keuntungan lain yang ditimbulkan.
Soerjogoeritno E.R.. (2004) mengidentifikasi beberapa penyebab adanya penolakan terhadap perubahan di antaranya: (1) tidak adanya pemahaman akan kebutuhan untuk berubah; (2) tidak kondusifnya lingkungan perubahan; (3) perubahan yang akan dilakukan bertentangan dengan nilai-nilai dasar organisasi;(4) kesalahan dalam memahami perubahan dan implikasi-implikasinya;(5) adanya pemahaman bahwa perubahan yang akan dilakukan merupakan bukan pilihan yang terbaik bagi organisasi; (6) tidak adanya keyakinan bagi orang-orang yang mengajukan rencana perubahan; (7) adanya ketidakadilan dalam menjalankan proses perubahan.
Dampak utama dari kesalahan yang dilakukan dalam mengelola perubahan adalah munculnya resistensi dari para manajer atau para karyawan yang terkait terhadap perubahan yang dilakukan oleh organisasi. Resistensi terhadap perubahan sebagai suatu reaksi emosional / tingkah laku yang muncul sebagai respon terhadap munculnya ancaman, baik nyata atau imajiner bila terjadi perubahan pada pekerjaan rutin (Gunawan R.,D., Suryono Ryan R., Purwanto I., 2010).

Bentuk-Bentuk Strategi Perubahan
Menurut Kasali (2010) ada banyak istilah yang lazim dipakai dalam strategi perubahan. Istilah itu antara lain adalah (1) change management. (2) turnaround management. (3) crisis management (4) reformasi (5) transformasi (6) adaptive strategy. Strategi perubahan juga dikenal lewat program-programnya seperti: (1) downsizing, (2) rightsizing, (3) reengineering, (4) restrukturisasi. Sedangkan Platt (2001) dalam Kasali (2010) mengatakan strategi perubahan dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu: (1) transformasional manajemen (2) turnaround manajemen (3) krisis manajemen. Transformasi manajemen biasanya dilakukan oleh organisasi yang sehat, atau organisasi yang mulai menangkap adanya signal-signal yang kurang baik.
Kesalahan terbesar biasanya dimulai dengan menyepelekan tanda-tanda kemunduran dengan hanya melakukan perubahan operasional belaka. Perubahan operasional saja tentu tidak akan mampu menghasilkan kemajuan-kemajuan strategis. Semua bentuk perubahan harus dikenal dengan baik oleh pemimpin perubahan dan perlu dilakukan secara konseptual sehingga tidak berhenti ditengah jalan. Perubahan transformasional dapat disamakan dengan apa yang dikatakan Greiner (1998) sebagai perubahan yang mempunyai sifat evolusioner, yaitu perubahan yang dilakukan secara bertahap dan membutuhkan waktu yang lama dalam jangka panjang. Strategi transformasi muncul sebagai antisipasi perubahan sebelum terjadinya tuntutan akan perubahan.
Kunci Sukses Pemimpin dalam Mengelola Perubahan
Keinginan untuk berubah hanya pada segelintir orang saja dalam organisasi, perubahan dapat dilakukan jika memiliki inisiatif yang timbul dari kesadaran akan pentingnya suatu perubahan. Seorang pencetus akan memulai dan mungkin memimpin proses perubahan tersebut dan akan ada upaya untuk mengajak anggota lain melakukan perubahan. Hal ini memungkinkan perubahan dapat diakui sebagai suatu keharusan oleh seluruh anggota organisasi. Tetapi sebuah keinginan pasti akan menimbulkan penolakan terhadap perubahan, bila keinginan dan kebutuhan untuk berubah tersebut kuat maka penolakan tersebut akan diupayakan untuk dieliminir
Mengelola Resistensi terhadap Perubahan
Tidak ada organisasi yang dapat menghindari perubahan. Perubahan memunculkan kekhawatiran sebab orang takut akan kerugian ekonomis, ketidaknyamanan, ketidakpastian, dan keterputusan dari pola-pola sosial yang umum. Hampir setiap perubahan dalam struktur, teknologi, manusia atau strategi mempunyai potensi untuk mengganggu pola interaksi yang sudah nyaman. Menurut David Fred R. (2010), resistensi terhadap perubahan bisa dianggap sebagai ancaman terbesar bagi penerapan strategi yang berhasil.
Resistensi terhadap perubahan bisa muncul ditahap atau ditingkat manapun dari proses penerapan strategi. Menurut David Fred R. (2010) untuk menerapkan perubahan ada tiga strategis yang lazim digunakan adalah (1) strategi perubahan paksa, (2) strategi perubahan edukatif, (3) strategi perubahan rasional atau demi kepentingan sendiri. Strategi perubahan paksa (force change strategy) meliputi dikeluarkannya perintah dan kewajiban untuk menjalankan perintah tersebut; keunggulan strategi ini terletak pada kecepatannya, tetapi sisi negatifnya adalah rendahnya komitmen dan tingginya resistensi.
Strategi perubahan edukatif (educative change strategy) adalah strategi yang menyajikan informasi untuk meyakinkan orang akan perlunya perubahan, kelemahan strategi perubahan edukatif adalah bahwa penerapannya menjadi lambat dan sulit.
Jenis strategi ini menghasilkan komitmen yang lebih tinggi dan resistensi yang lebih sedikit daripada strategi perubahan paksa. Terakhir strategi perubahan rasional demi kepentingan sendiri (rational or self interest change strategy) adalah strategi yang berusaha meyakinkan individu -individu bahwa perubahan itu perlu demi keuntungan atau kepentingan pribadi mereka. Jika upaya ini berhasil,
penerapan strategi dapat dijalankan dengan relatif mudah. Perubahan penerapan jarang yang menawarkan keuntungan bagi semua pihak.
Strategi perubahan rasional adalah yang paling baik, sehingga pendekatan ini akan kita cermati sedikit lebih mendalam. Seorang manajer dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan penerapan strategi dengan secara cermat menyusun upaya-upaya perubahan. Jack Duncan dalam David Fred R. (2010) menyatakan bahwa strategi perubahan rasional terdiri dari empat langkah yaitu (1) karyawan diundang untuk berpartisipasi dalam proses perubahan dan detil-detil transisi; (2) motivasi atau insentif tertentu untuk perubahan sangat diperlukan; (3) komunikasi dibutuhkan sehingga orang dapat memahami tujuan atau maksud dari perubahan; (4) memberikan umpan balik kepada setiap orang untuk mengetahui kemajuan yang dicapai.

PENUTUP
Agar tetap survive menghadapi persaingan yang global seperti sekarang ini, sebuah organisasi harus melakukan perubahan tidak terkecuali. Dalam pelaksanaan perubahan dalam organisasi diperlukan adanya sosialisasi yang bertujuan untuk menggambarkan perubahan secara nyata kepada setiap karyawan dan mampu memberikan cermin perubahan untuk dapat dilihat setiap karyawan tentang wujud asli dari perubahan guna menghindarkan terjadinya kebingungan para pegawai dalam mengapresiasikan perilaku dan budaya dalam bekerja serta meminimalisir resistensi yang menjadi penyebab kegagalan dalam melaksanakan perubahan organisasi tersebut. Perubahan dilakukan untuk memberikan dampak positif bagi organisasi yang cenderung akan menjadi tantangan yang menarik bagi karyawan yang dapat memahami arah perubahan dalam memberikan respon terhadap perubahan yang terjadi.
Pihak organisasi perlu melakukan evaluasi terhadap implementasi dan penilaian, dampak yang ditimbulkan guna mengetahui kemajuan, memberikan umpan balik dalam rangka penyempurnaan instrument perubahan organisasi. Analisis terhadap faktor-faktor penentu keberhasilan dan faktor yang dapat menimbulkan kegagalan guna menjaga kesinambungan proses perubahan dalam organisasi yang positif.